Sabtu, 03 Januari 2009

Profil Entrepreneur

Ir. Ciputra

Ir. Ciputra, lahir di Parigi, Sulawesi Tengah pada tanggal 24 Agustus 1931 adalah seorang insinyur dan pengusaha di Indonesia. Ciputra menghabiskan masa kecil hingga remajanya di sebuah desa terpencil di pojokan Sulawesi Utara. Begitu jauhnya sehingga desa itu sudah nyaris berada di Sulawesi Tengah. Jauh dari Manado, jauh pula dari Palu. Sejak kecil Ciputra sudah merasakan kesulitan dan kepahitan hidup. Terutama saat bapaknya ditangkap penjajah dan tidak pernah kembali lagi. Ketika remaja sekolah di SMP Frater Donbosco Manado.

Ketika tamat SMA, kira-kira saat dia berusia 17 tahun, dia meninggalkan desanya menuju Jawa, lambang kemajuan saat itu. Dia ingin memasuki perguruan tinggi di Jawa. Maka, masuklah dia ke ITB (Institut Tekhnologi Bandung). Keputusan Ciputra untuk merantau ke Jawa tersebut merupakan salah satu momentum terpenting dalam hidupnya yang pada akhirnya menjadikan Ciputra orang sukses. Keputusan Ciputra untuk merantau ketika tamat SMA merupakan keputusan yang tepat, karena pada usia tersebut muncul adanya keinginan untuk bebas yang disertai rasa tanggung jawab pada diri individu. Ciputra adalah perantau yang sempurna. Dia mendapatkan kebebasan, tapi juga memunculkan rasa tanggung jawab pada dirinya.

Setelah menyelesaikan kuliahnya Di ITB, Ciputra mengawali karirnya di Jaya Group, perusahaan daerah milik Pemda DKI. Keberadaan Ciputra di Jaya Group ternyata tidak terpengaruh oleh kondisi politik. Berbagai perubahan politik telah terjadi, namun Ciputra bisa tetap bertahan di Jaya Group. Ciputra bekerja di Jaya Group sebagai direksi sampai dengan usia 65 tahun dan setelah itu, sampai dengan saat ini, sebagai penasihat bersama Bapak Gubernur Sutiyoso. Di perusahaan DKI tersebut Ciputra bisa bertahan lama karena dua hal,pertama, Ciputra merasa DKI mewakili rakyat Jakarta dan ia senang bisa melakukan sesuatu untuk rakyat. Kedua, Ciputra merasa diberi kebebasan untuk berinovasi di Jaya Group, termasuk dalam pembangunan proyek Ancol. Kemudian bersama dengan Sudono Salim (Liem Soei Liong), Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, Ciputra mendirikan Metropolitan Group, yang membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Pada masa itu, Ciputra duduk sebagai direktur utama di Jaya Group dan di Metropolitan Group sebagai presiden komisaris. Akhirnya Ciputra mendirikan grup perusahaan keluarga, Ciputra Group.

Pada tahun 1997 terjadilah krisis ekonomi. Krisis tersebut menimpa tiga group yang dipimpin Ciputra: Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Namun dengan prinsip hidup yang kuat Ciputra mampu melewati masa itu dengan baik. Ciputra selalu berprinsip bahwa jika kita bekerja keras dan berbuat dengan benar, Tuhan pasti buka jalan. Dan banyak mukjizat terjadi, seperti adanya kebijakan moneter dari pemerintah, diskon bunga dari beberapa bank sehingga ia mendapat kesempatan untuk merestrukturisasi utang-utangnya. Akhirnya ketiga group tersebut dapat bangkit kembali dan kini Group Ciputra telah mampu melakukan ekspansi usaha di dalam dan ke luar negeri.

Ciputra telah sukses melampaui semua orde; orde lama, orde baru, maupun orde reformasi. Dia sukses membawa perusahaan daerah maju, membawa perusahaan sesama koleganya maju, dan akhirnya juga membawa perusahaan keluarganya sendiri maju. Banyak investor yang memegang surat hutang dan/atau saham perusahaan-perusahaan publik yang dimiliki Ciputra harus gigit jari ketika nilai surat-surat berharga tersebut menjadi tidak berharga sama sekali. Selain itu juga banyak nasabah yang dirugikan ketika Bank Ciputra ditutup oleh Pemerintah karena dianggap tidak layak.

Pada usianya yang ke-75, ketika akhirnya dia harus memikirkan pengabdian masyarakat apa yang akan ia kembangkan, dia memilih bidang pendidikan. Kemudian didirikanlah sekolah dan universitas Ciputra. Bukan sekolah biasa. Sekolah ini menitikberatkan pada enterpreneurship. Dengan sekolah kewirausahaan ini Ciputra ingin menyiapkan bangsa Indonesia menjadi bangsa pengusaha.

Andy Widianto, Jeli Melihat Opportunity

Andy Widianto adalah salah satu entrepreneur sukses asal kota Surabaya. Bisnisnya yang terkenal adalah kafe Agojas yang berlokasi di kawasan Mulyosari dan G-Walk. Bahkan kafe Agojas kini telah dikembangkan dalam konsep franchise. Produk jagung serut merupakan ciri khas dari Agojas. Namun jauh sebelum nama Agojas dikenal sebagai kafe, Andy telah menggunakan Agojas sebagai brand dalam beberapa bisnisnya sejak 1988.

Andy telah memulai berbisnis sejak SD. Meski lahir dari keluarga wirausaha, namun awalnya beliau tidak di-backup sama sekali. Alasannya, pihak keluarga ingin beliau lebih konsentrasi pada pendidikan. Meski demikian saat menginjak SMP, Andy berjualan mainan anak Tamiya yang sedang booming saat itu. Modalnya dari tabungan sendiri sejumlah Rp 600 ribu.

Dalam waktu setengah tahun, modal tersebut telah berlipat 4-5 kali. Melihat keberhasilan tersebut, pihak keluarga akhirnya mulai memberikan bantuan modal. Sejak saat itu brand awareness "Agojas" telah dibentuk.

Memasuki masa SMU, Andy masuk ke bisnis Laser Disc yang sedang populer kala itu. Usaha ini juga sempat berkembang pesat. Namun partner bisnisnya melakukan penipuan dan usaha ini tutup. Bagi Andy, hal ini adalah suatu pembelajaran dalam berwirausaha.

Tahun 1995, Andy juga pernah mengelola produk-produk yang dipasarkan via televisi. Beliau melihat opportunity tersebut setelah sebelumnya sudah booming di Jakarta, lalu mencobanya di Surabaya. Hasilnya juga sukses.

Beliau sempat mengecap pendidikan di Australia sebelum akhirnya kembali ke tanah air karena krisis moneter tahun 1997-1998. Krisis sempat membuat bisnisnya vakum. Lalu pada tahun 2000, Playstation menjadi mainan yang populer. Andy menekuni bisnis Playstation bekerjasama dengan beberapa orang rekan. Sayangnya setelah sukses, sekali lagi beliau menjadi korban penipuan oleh rekan bisnisnya.

Agojas

Tahun 2003, Andy memulai bisnis makanan jagung serut dengan brand Agojas di pinggir jalan Mulyosari. Lokasi ini dipilih karena masih sedikit depot/tempat makan yang berjualan disana. Selain itu dilokasi ini tidak ada yang berjualan hingga malam hari. Agojas menyediakan makanan-makanan ringan bagi konsumen yang pulang setelah jalan dari mall atau dari pusat kota.

Awalnya sepi, bahkan dalam 1 hari hanya menjual 5 jagung. Dalam waktu 3 bulan, Agojas telah mampu mencapai penjualan 50-150 jagung per hari. Pada bulan ke delapan, Agojas dimodifikasi menjadi konsep kafe dengan tambahan menu-menu lain seperti roti, ayam goreng dan jagung beraneka rasa. Target market Agojas adalah remaja. Promosi hanya dilakukan dari mulut ke mulut, tidak pernah melalui media cetak elektronik

Andy mencari sendiri supplier jagung yang bisa dipercaya dengan melakukan survey langsung ke lapangan. Awalnya hanya coba-coba dari beberapa pemasok. Kemudian perlahan diketahui suppier mana yang jujur dan kualitasnya bisa diandalkan. Walau memiliki supplier tetap, Ia menyiapkan backup bila pasokan mengalami kendala.

Property Agent

Pada tahun 2004, selain mengelola kafe, Andy sempat menekuni bidang property. Hal ini dikeranakan Ia mengetahui prediksi booming property pada tahun 2005 dan 2006. Akhirnya Andy bergabung dalam suatu agent property di Surabaya. Selama delapan bulan di property nyaris tidak menghasilkan apapun. Namun konsistensi membuatnya bertahan dan sampai akhirnya berhasil mendapat proyek besar. Life Achievement Award diberikan kepada beliau karena berhasil mencapai target penjualan yang fantastis.

Pengembangan Agojas

Tahun 2006, Andy Widianto kembali fokus pada bisnis kafe Agojas dengan membuka cabang di G-Walk (Surabaya Barat). Keputusan ini diambil setelah melihat hasil survey tahun 2005 di kafe Agojas Mulyosari yang menunjukkan bahwa 40% customer ternyata berasal dari Surabaya Barat. Survey pada tahun 2006 bahkan mencapai angka 50%. Pada tahun 2008, Agojas dikembangkan menjadi konsep franchise dan akan dibuka di Bogor.

Perjalanan wirausaha Andy Widianto tidak mulus-mulus saja. Ia telah mengalami jatuh bangun. Beliau pernah 3 kali ditipu oleh rekan bisnisnya dengan total kerugian lebih dari Rp 3 Miliar. Hal ini dikarenakan dahulu Ia tidak memperhatian detail akuntansi usahanya. Karenanya, Andy memberi tips agar seorang entrepreneur tidak hanya paham marketing, tapi juga memiliki keahlian mengelola finance (accounting) yang mumpuni.

Andy berpesan, mengembangkan bisnis ibaratnya merawat tanaman. Butuh ketekunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang instan. Perlu proses sebelum keberhasilan didapat. Opportunity (kesempatan) mungkin tidak muncul langsung saat anda mulai terjun berbisnis, karena itu dibutuhkan konsistensi.

Kebiasaan positif dari Andy yang lain adalah kegemaran membaca buku. Tidak hanya buku-buku bisnis, tapi juga buku yang bertema psikologi dan pengembangan diri. Buku profil tokoh sukses juga banyak menginspirasi beliau. Buku lain yang disarankan untuk dibaca adalah yang sesuai dengan hobi anda, sehingga menimbulkan stimulus kreatifitas.

Kunci keberhasilan Andy Widianto :

1. Database Relasi (Network) Salah satu kunci kesuksesan Andy dalam membangun bisnisnya adalah kelengkapan database relasi yang dimilikinya. Ia memiliki kebiasaan untuk bertukar kartu nama dengan banyak relasi. Dengan demikian Ia memiliki banyak resource untuk mencari opportunity dan memiliki data calon customer yang banyak. Andy juga selalu menjaga hubungan dengan relasi-relasi di database-nya tersebut. Bahkan beliau memperbantukan asisten untuk mengelola database itu.

2. Jeli melihat opportunity. Ia pandai melihat tren bisnis yang sedang atau akan berkembang. Dari bisnis Tamiya, Laser Disc hingga property, semuanya adalah buah kejelian beliau membaca tren. Salah satu caranya adalah melalui relasi-relasinya.

Harijadi Surya, Meramu Resource dalam "Kahyangan"

Dream of Kahyangan Art Resto (Kahyangan) merupakan salah satu icon resto yang menjadi daya tarik penikmat kuliner di kota Surabaya. Harijadi Surya - sang owner, piawai dalam menggabungkan konsep art dan culinary dalam satu kemasan yang apik. Keunikan utama Kahyangan terlihat pada desain interior yang beraksen peranakan Tionghoa dan Jawa.

Peserta training entrepreneurship kerjasama University of Ciputra Entrepreneurship Center dan Jawa Pos pada Selasa, 17 Juni 2008 , berkesempatan untuk menimba ilmu dari Harijadi Surya sekaligus santap malam bersama di Kahyangan.

Kombinasikan Resource : Kuliner Berbalut Seni

Harijadi berasal dari keluarga pebisnis restoran Handayani. Sedangkan keluarga mertuanyanya adalah kolektor benda-benda antik. Berbekal 2 latar belakang itu, Harijadi menggagas konsep unik ‘Kahyangan' versi beliau.

Ia memboyong sebuah kompleks keluarga Jawa-Tionghoa yang terdiri dari bangunan joglo dan limasan dari kota Rembang ke lokasi di Puri Widya Kencana, Citraland, Surabaya. Proses membongkar dan menyusun kembali bangunan antik tersebut masing-masing memakan waktu 3 bulan. Desain interior resto Kahyangan yang unik ini membuatnya masuk dalam jajaran resto-resto dengan desain terbaik versi Majalah Indonesia Design.

Untuk urusan dapur, beliau menggunakan resep dari jaringan resto keluarganya. Sebagian besar adalah menu kuliner Indonesia dan sisanya adalah ragam menu Asia. Uniknya, menu-menu yang ditawarkan memakai nama-nama yang mengundang rasa penasaran. Misalnya Cumi-Cumi Kembang Rembulan, Sayur Begawan Giri, Kepiting Ganda Arum dan Ngidam Melek Merem.

Human Resource

Kahyangan menyerap 60 orang tenaga kerja yang sebagian terdiri dari koki dan pelayan. Menurut Harijadi, lebih mudah menghandle restoran masakan Indonesia. Hal ini dikarenakan tidak ada ketergantungan akan skill koki untuk mengolah masakan Indonesia, berbeda dengan kuliner Chinese atau Western. Selain itu Harijadi membagi spesialisasi kemampuan olah boga ke beberapa koki, sehingga lebih manageable ketika salah satu koki mengundurkan diri.

Meskipun demikian, Harijadi Surya sangat memperhatikan para pegawainya. Karena mood koki juga mempengaruhi rasa makanan, Ia juga memperhatikan suasana hati mereka ketika bekerja. Bila perlu, Ia akan mengajak berbincang secara personal. "Dikitik-kitik dulu", kelakarnya sambil bercanda.

Beliau menekankan agar para waiter melayani tamu dengan pendekatan personal. Untuk itu Ia memberikan briefing seminggu sekali yang dilakukan oleh staff dan sebulan sekali oleh dirinya sendiri.

Kedepannya, Harijadi akan melebarkan sayap bisnisnya dengan model yang mirip dengan Kahyangan. Pemilihan nama dan lokasi masih dalam tahap perencanaan. Kesuksesan Harijadi dan resto Kahyangan menjadi bukti bahwa untuk memulai start-up business bisa dilakukan dengan memaksimalkan sumber daya yang telah dimiliki dan mengolahnya menjadi produk yang unik dan bernilai jual tinggi

Fransisca Johanes-Membangun Pusat Sportstainment dengan Sentuhan Below The Line

Sesi mentoring pelatihan intensif Entrepreneurship kerjasama University of Ciputra Entrepreneurship Center - Jawa Pos mengundang Fransisca Johanes pada hari Jumat tanggal 3 Juli 2008. Entrepreneur wanita yang lebih akrab dengan panggilan Sisca ini membagi pengalamannya dalam membangun bisnis.

Sisca menempuh pendidikan S1 di Universitas Kristen Petra Jurusan Pariwisata. Perjalanan karir Sisca dimulai saat Ia kuliah sambil bekerja di TVRI sebagai dubber dan translator. Juga pernah mengajar bahasa Inggris di beberapa lembaga kursus. Ia juga memperoleh banyak pengalaman selama bekerja di Laser Quest, sebuah perusahaan milik asing yang dulu pernah beroperasi di Galaxy Mall, Surabaya.

Start-up

Setelah berkarir di beberapa tempat, Sisca memutuskan untuk merintis (start-up) bisnisnya sendiri. Sisca menekankan dalam merintis usaha tidak ada sesuatu yang mudah. "Butuh perjuangan, apalagi jika dimulai dari nol" ujarnya.

Kondisi dimana Ia telah berkeluarga dan memiliki buah hati menggerakkan niat Sisca untuk memiliki bisnis sendiri, dimana jika demikian Ia tidak terikat waktu yang ketat dan tetap dapat menjalankan tugasnya sebagai seorang Ibu.

Bisnis yang pertama kali Ia gulirkan adalah produk pewangi (softener) dengan berbekal kursus dan perijinan yang Ia tangani sendiri. Kendala awal bisnis ini adalah modal yang cukup besar dimana setiap order yang masuk bisa menghabiskan biaya hingga Rp 100 juta untuk packing plastiknya saja, belum termasuk isi dan dus. Hal ini Sisca siasati dengan menggunakan plastik gula yang tebal untuk menghemat biaya packing.

Kemasan yang kurang menarik membuat bisnis softener ini membutuhkan usaha ekstra agar bisa dijual. "Kuncinya muka tebal" kata wanita yang teah memiliki seorang putra ini. Sisca menawarkan produknya hingga door to door, memasang iklan di koran dan Yellow Pages

Setelah produk softener telah stabil, Sisca mengembangkan produk parfum (fragrance). Ia membidik pasar yang membutuhkan parfum dengan kemasan volume yang kecil. Awalnya Ia kesulitan memasarkan produknya karena skala usaha yang masih tergolong kecil dipandang sebelah mata. Kemudian Ia mencoba bekerjasama dengan distributor parfum dari Singapura namun tanpa support penuh. Hal ini dikarenakan saat itu Sisca belum memiliki infrastruktur yang baik sehingga belum dipercaya penuh. Kemudian Ia menjalin bekerja sama dengan perusahaan fragrance dari Malaysia, kali ini mendapat dukungan penuh karena telah memiliki sumber daya yang lebih siap.

Sportstainment Center

Berikutnya setelah bisnis softener dan parfum sudah dapat berjalan, Sisca bersama 3 rekan lainnya membuat pusat permainan Virtual Strike (VS). Bertempat di Golden City Mall Surabaya, VS menyediakan permainan arena tembak laser, futsal, multiplayer dan café. Core business VS adalah arena laser, yaitu permainan beregu dimana masing-masing tim berusaha untuk mengalahkan lawannya dalam suatu arena yang dikondisikan seperti layaknya perang militer namun dengan menggunakan senjata laser. Arena Laser tersebut merupakan lisensi dari luar negeri dengan kontrak per 5 tahun.

Karena luas lahan yang disewa cukup besar (lebih dari 500 m2), maka sisa tempat yang tidak terpakai untuk arena laser dialokasikan untuk cafe, lapangan futsal dan multiplayer.

Proses survey, planning dan eksekusi memakan waktu hingga delapan bulan. Sisca melakukan riset ke beberapa lapangan futsal lalu juga menyebar dua ribu polling ke kalangan anak SMU, mahasiswa dan umum. Proses planning memakan waktu paling lama karena dipakai untuk merumuskan strategi bisnis, pembiayaan dan struktur organisasi.

Sisca juga memilih mengembangkan arena futsal karena saat ini sedang in. Pesaing saat itu masih sedikit dan kebutuhan akan lapangan futsal begitu tinggi. "Lapangan futsal masih hot item, selalu penuh" ujar Siska. Promosinya pun hanya memerlukan publikasi yang minim, cukup dengan beberapa kali penyebaran brosur. Namun Sisca juga mengutarakan prediksi bahwa dalam satu hingga dua tahun kedepan akan menunjukkan tren menurun karena makin banyaknya pesaing. Operasional lapangan futsal dimulai dari jam 10 pagi hingga 10 malam, bahkan kini telah extend hingga pukul 3 pagi untuk booking khusus.

Biaya maintenance paling besar untuk operasional lapangan futsal ada pada perawatan rumput. Rumput sintetis yang dipakai biasanya rusak setelah sekian lama terinjak sepatu pemain.

Pada pagi dan siang hari lapangan futsal disewa oleh pelajar dan mahasiswa. Sedangkan pada sore dan malam hari biasanya didominasi oleh segmen umum dan karyawan. Selain itu VS juga menyasar kebutuhan outbound bagi perusahaan. Sisca melihat tingginya demand akan event outbound, namun umumnya berada di luar kota Surabaya dan tarifnya mahal. VS menawarkan paket outbound dengan biaya yang lebih murah.

Partnership

Dalam membangun VS, Sisca bekerjasama dengan 3 rekan lainnya. Ia menjabat sebagai Managing Director yang bertanggungjawab dalam operasional dan pengambilan keputusan. Sedangkan ketiga rekannya menangani hal yang lebih minor. Pembagian seperti ini dipandang lebih ideal agar tidak terjadi konflik dalam menjalankan bisnis ini.

Pembiayaan

Proyeksi BEP adalah 4 tahun karena investasi besar yang menyentuh angka Rp 4 milyar. Awalnya perkembangan VS sempat fluktuatif namun kini sudah mulai stabil dan telah on track sesuai proyeksi. Dari total investasi, arena laser memakan porsi paling besar. Sedangkan untuk menyiapkan lapangan futsal dengan rumput standard Eropa, Sisca mengalokasikan danasebesar Rp 250 juta.

Lapangan futsal juga memerlukan biaya maintenance. Dalam jangka waktu 6 bulan rumput biasanya sudah mulai rusak terkena sliding para pemain dan harus diganti dengan yang baru. Biaya operasional bulanan yang paling besar adalah tagihan listrik yang mencapai Rp 100 juta per bulan.

Total karyawan yang bekerja pada VS adalah sebanyak 22 orang untuk kebutuhan operasional, marketing, HRD, supervisor dan keuangan. Sebanyak 6 orang digilir pershift untuk operasional.

Below The Line

Promosi dilakukan dengan flier dan iklan di media cetak, terutama koran lokal karena efektifitasnya tinggi. VS rutin memasang iklan di koran sebanyak 2 kali dalam sebulan.

Selain promosi above the line secara konvensional, VS juga menerapkan strategi below the line dengan menggandeng komunitas. Setiap dua bulan sekali diadakan turnamen baik untuk arena laser, multiplayer maupun futsal. Contohnya, baru saja VS menggelar Kejuaraan Futsal Wanita. Event-event semacam ini biasanya juga menggaet sponsor. Namun tujuannya bukan profit tapi lebih diutamakan untuk kepentingan promosi.

Setiap malam minggu VS memberi kesempatan pada band-band musik Indie untuk tampil menghibur pengunjung. Hal ini dilakukan untuk menggaet komunitas kawula muda untuk datang dan bermain di arena VS. Komunitas inilah yang menjadi tenaga ‘sales' yang loyal untuk promosi mulut ke mulut.

VS juga memfasilitasi team-team yang ingin bertanding head-to-head. Cara ini jitu untuk menaikkan tingkat okupansi arena laser.

Pengembangan

Arena Laser akan dikembangkan lagi dengan konsep-konsep yang menarik. Terutama dari aturan permainan, teknologi, story line dan dekorasi arena. Kedepannya juga akan diaplikasikan Base station atau sistem benteng dimana masing-masing tim memiliki markas dan berupaya untuk merebut markas lawannya untuk memenangkan pertandingan. Roadshow dari kota ke kota juga menjadi rencana kedepan VS.

Selain menekuni bisnis, Sisca juga aktif berorganisasi. Saat ini Ia juga terlibat dalam Surabaya Tourism Promotion Board (STPB) sebagai Executive Secretary. Aktif dalam berorganisasi membuka pintu bagi dirinya untuk belajar banyak hal.

Pak Kodiat (Moro Lejar) : Berawal dari Ban Kempes dan Gemar Mancing

Bapak Kodiat dan Ibu Sumarsih adalah pemilik dari Restoran Moro Lejar. Restoran Moro Lejar yang terletak di kaki Gunung Merapi, Sleman, Yogyakarta, merupakan pelopor restoran ikan bernuansa alam desa. Berawal dari situasi ekomoni keluarga yang morat-marit, Bapak Kodiat yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta dan Ibu Sumarsih yang hanya sebagai ibu rumah tangga, ketika itu mereka sudah mempunyai empat orang anak. Kebutuhan akan hidup yang terus meningkat membuat Ibu Sumarsih tidak bisa tinggal diam. Ia berinisiatif untuk membuka usaha.

Terima kasih untuk Ban Kempes

Di tahun 1987, dengan sedikit tabungan dari usahanya sebagai loper koran dan berhutang di bank, ia memberanikan diri membeli penggilingan padi di daerah asalnya yaitu Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Ternyata usaha yang mulai dirintis tersebut hanya bertahan selama 2 tahun. Ia menjual semua asset untuk menutup hutang-hutangnya. Setelah usaha penggilingan padi tersebut hancur, Ibu Sumarsih tidak patah arang, sembari merawat anak-anaknya yang masih kecil, ia membuka warung makan seadanya (menjual nasi sayur) di depan rumahnya di samping lokasi bekas usaha penggilingan padi. Usaha warung makan yang baru dirintisnya ternyata tidak laku lantaran banyak orang yang tidak tahu. Rumah ataupun usaha warung makan tersebut berlokasi di daerah Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, yang terletak di kaki Gunung Merapi. Persis di depan rumah tersebut terdapat jalan yang sering digunakan truk-truk penambang pasir mondar-mandir dari kaki Gunung Merapi ke Kota begitu juga sebaliknya. Hingga pada suatu ketika ada sebuah truk yang bannya kempes berhenti di depan rumah mereka. Sembari mengganti ban, sopir truk tersebut mampir ke warung Ibu Sumarsih, ia cukup kaget "lho kok ada yang jual makan?" begitu ujar Pak Kodiat menceritakan awal mula Restoran Moro Lejar terbentuk. Tidak disangka keesokan harinya ia mampir kembali dan mengajak temannya meminta dibuatkan sarapan pagi.

Pada saat itu Pak Kodiat gemar mencari ikan di sungai untuk menambah menu di meja makan mereka. Ketika mencari ikan, terkadang jumlahnya berlebih, ia pun menjualnya di warung miliknya. "Awalnya untuk konsumsi keluarga, kelebihannya baru dijual" ujar Pak Kodiat mengenang. Ternyata banyak sopir truk dan bus yang suka ikan masakan Ibu Sumarsih. Ketika itu keluarga Pak Kodiat sudah mempunyai kolam kecil di belakang rumahnya yang berhubungan dengan dua sungai di depan dan di belakang rumah mereka. Semakin lama warung tersebut semakin ramai. Warung kecil tersebut sudah tidak muat lagi untuk menampung pengunjung. Ia pun memperluas warungnya dengan membangun gubug di atas kolam ikan tersebut. Ternyata banyak orang yang suka, banyak orang yang

lebih memilih makan di atas gubug daripada di warungnya. Karena jumlah pengunjung yang semakin lama semakin ramai, Pak Kodiat membuat kolam kembali dan membangun gubug di atas kolam tersebut.

Kini 35 Gubug

Kini mereka mempunyai 35 gubug besar dan gubug kecil. Awal membangun gubug-gubug tersebut ketika ada seorang tamunya yang kebetulan pegawai bank BRI, melihat banyak lubang di lantai warungnya. Ia mengusulkan agar Pak Kodiat memperbaiki agar tampak indah, ia pun mengusulkan agar Pak kodiat menghitung berapa biaya yang diperlukan dan kemudian mengajukan pinjaman ke bank. Setelah di hitung-hitung ia pun mengajukan Rp 200.000 untuk perbaikan warungnya. Setelah beberapa saat hutang tersebut dilunasinya. Kemudian ia meminjam lagi untuk perluasan usahanya kembali.

Melihat usaha yang didirikan Pak Kodiat dan Ibu Sumarsih maju. Bupati Sleman yang pada waktu itu dijabat Bapak Arifin, memberikan ijin Pak Kodiat untuk menyewa tanah kas desa seluas 1 Ha. Oleh Pak Kodiat, selain membangun gubug-gubug, ia menggunakan lahan tersebut sebagai lahan pertanian untuk ditanami tomat dan sayur-mayur sebagai suplai usaha restorannya.

Peran pemerintah dan media masa baik cetak maupun elektronik banyak membantu Pak Kodiat dalam membangun bisnis restorannya. Ia beberapa kali diundang oleh TVRI dalam acara tembang kenangan dan beberapa kali pula muncul di Harian Nasional Kompas.

"Bapak Umar Kayam (Alm) dan beberapa dosen UGM sering memberi kami nasehat. Banyak orang yang membantu diawal-awal usaha saya. Saya sangat berterima kasih kepada mereka". kenang Pak Kodiat.

Open Minded

Pak Kodiat sangat terbuka terhadap saran-saran yang diajukan tamu-tamunya. Misalnya ketika ia membangun sebuah gubug dengan tiang beton dan atap seng, ada seorang tamu yang protes keras dan menyarankan untuk membuatnya dengan bambu dan atap dari daun tebu. Tamu tersebut memberikan contoh foto dan gambar bangunan yang diinginkan. Pak Kodiat pun mendengarkan saran orang tersebut, tak disangka ternyata orang tersebut adalah Achmad Samsul Hadi, seorang pelukis poster terkenal di Yogyakarta. Hingga saat ini, gubug dan restoran tersebut dibangun dengan konsep "alam desa".

Pada awalnya Ibu Sumarsih yang pandai memasak, mengerjakan semua hal sendiri. Mulai dari memasak, melayani tamu, membereskan warung hingga mencuci piring ia lakukan sendiri. Ia pun mulai kewalahan ketika tamu sedang banyak-banyaknya. Mulailah ia mempekerjakan beberapa tetangganya yang hingga saat ini berjumlah 85 orang, untuk hari-hari khusus, seperti lebaran, wisuda, dsb, ia menambah tenaga kerja kebersihan dari luar (out sourching cleaning service). Sebagian besar karyawan Moro Lejar lulusan SD yang diambil dari daerah sekitar tempat usaha tersebut. Pengetahuan mereka memang minim, tetapi kesempatan ini benar-benar bermanfaat bagi mereka. "Kami ingin membuka lapangan pekerjaan dan memberi kesempatan bagi orang-orang di sekitar". Oleh karena itu kendala terbesar yang dirasa saat ini adalah SDM yang masih rendah. Pengetahuan akademis tentang tata boga yang dimiliki pun ala kadarnya. "Warung kami adalah warung khas masakan orang desa" begitu ujar Pak Kodiat.

Di awal tahun 2000, banyak bermunculan restoran ikan di Kabupaten Sleman yang serupa dengan konsep Restoran Moro Lejar, ada sekitar 13 Restoran. Namun ia tidak khawatir. Pak Kodiat tetap konsisten dengan restoran khas gaya desa. Ia pun menjaga kualitas masakannya, dengan tetap mempertahankan Ibu Sumarsih sebagai peracik bumbu dan pengontrol rasa masakan. Ada hal menarik tentang "misteri wanita memasak". Pak Kodiat bercerita, jika ada lima orang wanita diberi bumbu yang sama, kemudian disuruh meramu dan memasak dengan cara yang sama pula, hasilnya bisa berbeda. "Memasak itu seperti melukis, alat dan obyek yang sama tetapi hasilnya akan berbeda" terang Pak Kodiat. Ketika ramai pengunjung, Pak Kodiat mempunyai cara unik di restorannya, yaitu "buka tutup parkir". Jika restoran penuh, maka ia menutup tempat parkirnya dengan portal, sehingga pengunjung bisa beralih ke restoran lain di sekitarnya. Ia pun menyediakan masakan model buffee untuk mengurangi kepadatan pengunjung dan mengantisipasi pengunjung yang ingin makan dan pulang cepat.

Menu-menu yang ditawarkan di Restoran Moro Lejar antara lain: ikan gurameh, mas, nila, lele, wader dengan masakan asam manis, bakar, goreng, dsb., tidak lupa pula sayur-mayur pendamping seperti cah kangkung, sayur asam dan lalapan. Untuk memenuhi kebutuhan pengunjung, rata-rata ikan gurameh 8-10 Kw/bulan, ikan mas dan nila 5-7 Kw/bln dan ikan lele 3-4 Kw/bln. Ikan-ikan tersebut di dapat baik dari kolam sendiri maupun suplier yang berasal dari Jawa Tengah dan DIY untuk ikan gurameh, sedangkan ikan mas di ambil dari Jawa Barat. Untuk sayur-mayur seperti tomat, dll, diambil dari lahan pertanian miliknya, sedangkan tempe ia produksi sendiri.

Tips untuk generasi muda dalam berbisnis adalah berani memulai, begitu pesannya.

Asal muasal nama "Moro Lejar"

Nama "Moro Lejar" muncul di tahun 1994. Kata "Moro Lejar" didapat dari usulan seorang tamu "misterius" yang sering mampir ke warung. Dalam satu minggu terkadang ia bisa datang tiga sampai empat kali, baik hanya sekedar melihat air, melihat kolam, melihat ikan, berkeliling hingga makan jika ia memang ingin makan. Terkadang hanya beberapa menit lalu pergberdiam diri. Hingga pada suatu hari ia bertanya mengapa warung ini tidak ada namanya. Ia pun mengusulkan nama "Moro Lejar", dengan alasan bahwa setiap kali ia datang ke warung, ia merasakan ada sesuatu yang lain, yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, sesuatu yang dirasakan dari dalam hati, seperti kedamaian, ketenangan, dsb. Pak Kodiat pun setuju warungnya di beri nama "MORO LEJAR" lantaran bahwa selama orang tersebut mondar-mandir ke warungnya, hal itulah yang dirasakan orang tersebut.Sedangkan dari makna "Moro" berasal dari Bahasa Jawa yang artinya "datang", sedangkan kata "Lejar" sulit dicari sinonimnya, "Lejar" arti katanya mendekati menggambarkan suasana damai, hati dan jiwa, tenang.


Mang Ade (Resto Mang Engking) : "Yang penting berani memulai"

Siapa yang kini tidak mengenal Restoran Mang Engking? Restoran yang terkenal dengan menu udang bakar madu.

Engking Sholikhin (45) atau yang lebih dikenal dengan Mang Engking, adalah pemilik dari restoran khas berbuansa alam dengan ciri gubug-gubug di atas kolam budidaya udang dan ikan air tawar. Mang Engking berasal dari Tasikmalaya. Berawal dari kehidupan yang sangat sederhana, di tahun 1996, Mang Engking dan beberapa anggota keluarganya hijrah ke Yogyakarta untuk mengembangkan keahliannya dalam bidang budidaya udang dan ikan air tawar. Sebelum hijrah, Mang Engking yang lulusan SD, sudah berprofesi sebagai pembudidaya udang dan ikan air tawar sejak tahun 1988. Ilmu budidaya tersebut dia dapat secara turun-menurun dari keluarganya. Namun dari keahliannya tersebut, kebutuhan akan hidup kurang dapat terpenuhi apabila ia tidak keluar dari Tasikmalaya.

Di awal 1997, ia mulai membina beberapa petani di sekitar tempat tinggalnya di daerah Sleman, Yogyakarta untuk belajar membudidayakan udang galah yang kemudian hasilnya dipasarkan ke Cilacap. Dikarenakan pembayaran yang tidak lancar, maka Mang Engking beralih memasarkan udang galah tersebut ke Bali sebagai pasokan supermarket dan restoran. Setelah terjadinya tragedi bom Bali I, ia cukup kesulitan memasarkan udang galahnya masuk ke Bali. Selain itu sistem pembayaran dirasa sudah tidak cocok lagi, sehingga pada akhirnya ia mencoba memasarkannya sendiri.

Awal Mula Restoran Mang Engking

Ketika berprofesi sebagai pembudidaya udang dan ikan air tawar, secara tidak sengaja banyak orang yang suka memancing ke kolam Mang Engking. Mereka senang sekali menghabiskan waktu luang hingga larut. Hingga pada suatu ketika mulailah orang ingin makan udang sambil memancing untuk mengisi perut mereka yang kosong. Untuk memenuhi permintaan tersebut, istri dari Mang Engking yang bisa memasak seadanya ala "wong ndeso" (bukan bergaya modern) harus memasak di rumah dan mengantarkan pesanan tersebut ke kolam yang jaraknya cukup jauh. Dan pada akhirnya mulailah muncul gubug-gubug di atas kolam budidaya tersebut saking banyaknya permintaan yang sama. Dari sinilah ia mulai mencoba memasarkan sendiri udang galah dan ikan gumareh, yang hingga saat ini menjadi menu unggulan Mang Engking setelah terjadinya tragedi bom Bali I.

Suatu ketika ada seorang turis asing berkewarganegaraan Jerman yang datang dan bermain selama beberapa hari, turis tersebut merancangkan sebuah gubug dan memberinya uang sebesar Rp 300.000 yang kemudian meminta Mang Engking membuatkan gubug sesuai rancangannya. Model gubug rancangannya cukup unik, yaitu dengan mempertahankan model gubug asli (bernuansa alam di desa), dia merancang "Gubug Berlobang", yaitu gubug yang berlobang pada bagian meja. Hal tersebut sangat berguna bagi orang yang senang duduk lesehan, namun menginginkan kaki tetap bisa leluasa (tidak ditekuk). Model meja tersebut cukup menarik dan hingga kini masih dipertahankan Mang Engking.

Kesukses dalam usaha budidaya udang dan ikan air tawar, dikarenakan Mang Engking selalu terbuka terhadap tamu dan sering berbagi kepada orang yang ingin belajar tanpa meminta bayaran. Berkat kebaikan tersebut, maka usaha Mang Engking mulai dikenal dari mulut ke mulut, hingga dalam waktu 6 bulan restoran Mang Engking booming tanpa pernah melakukan promosi. Berangsur-angsur gubug-gubugnya sudah tidak dapat mengikuti perkembangan tamu/pelanggan lantaran saking banyaknya, sehingga untuk memperbesar kapasitas usahanya Mang Engking membuka cabang di beberapa kota lain. Hingga kini, Mang Engking sudah mempunyai 4 cabang, yaitu di Soragan, Yogyakarta; Pandaan, Pasuruan Jawa Timur; Depok Jawa Barat; dan Semarang.

Konsep restoran yang dibangunnya adalah berkonsepkan alam. Baik lokasi dikampung maupun di perkotaan, ia tetap konsisten dengan gubug-gubug di atas kolam-kolamnya. Ada hal yang cukup menarik di restoran cabang Depok yang berkapasitas 500 org dan berlokasi di dalam Universitas Indonesia. Ia bekerja sama dengan salah satu guru besar Universitas Indonesia ingin membuat konsep universitas di kota namun syarat dengan konsep alam. Hal tersebut diwujudkan dengan konsep restorannya. Hal tersebut menarik orang untuk berkunjung ke Universitas Indonesia walaupun hanya untuk mampir ke restoran Mang Engking. Hingga banyak orang berduyun-duyun datang dan jika pengunjung benar-benar ingin merasakan udang khas Mang Engking, ia harus pesan minimal 3 hari sebelumnya, jika tidak mereka tidak akan kebagian. Untuk di moment tertentu seperti lebaran, dll, pelanggan harus pesan minimal 5-10 hari sebelumnya.

Sebetulnya, dalam memperlebar usahanya, Mang Engking lebih banyak dibantu oleh Mang Ade, adik kandung Mang Engking dalam mengelola perusahaannya. Mang Ade adalah seorang sarjana teknik sipil UGM, yang sempat bekerja di sebuah perusahaan konsultan PT. Puser Bumi. Mang Ade bergabung sejak Mang Engking membuka resmi Restorannya di tahun 2003, dikarenakan begitu banyak permintaan dan tidak ada yang bisa mengelola restoran tersebut (dari 16 bersaudara, satu-satunya yang mengenyam pendidikan tinggi).

Sebagian besar karyawan restoran Mang Engking berasal dari daerah sekitar dan dari daerah asal Mang Engking, yaitu Tasikmalaya, dengan pendidikan rata-rata SD-SMP. Mang Engking sangat terbuka kepada orang-orang sekitar yang ingin bekerja di restorannya walaupun tingkat pendidikannya yang tidak tinggi. "Kami menampung mereka, karena kesempatan seperti ini jarang mereka dapatkan", ujar Mang Ade.

Restoran Mang Engking memang mengambil kelas menengah ke atas, dikarenakan Mang Engking mempunyai standar tinggi terhadap udang-udang hasil budidayanya. Ia mempunyai cita rasa yang tinggi terhadap menu-menu masakan dan konsisten terhadap standar tinggi yang dipatoknya tersebut. Walaupun restorannya sudah mempunyai pangsa pasar yang tinggi, ia tetap saja tidak ingin memenuhi kebutuhan pasarnya dengan udang-udang yang bukan berasal dari kolam budidayanya. Misalnya udang dari Kalimantan yang cenderung dibudidayakan dengan cara cepat panen. Itu salah satu hal yang membuat orang rela untuk pesan jauh-jauh hari demi mendapatkan udang fresh dengan bumbu alam dalam menu andalan udang bakar madu Mang Engking.

Untuk menjaga cita rasa yang konsisten di cabang-cabang luar kota, setiap sebulan sekali Mang Ade dan istri akan datang mengkontrol. Memang agak sulit untuk menjaga cita rasa yang konsisten, dikarenakan yang memasak sampai saat ini masih istri Mang Engking dan istri Mang Ade. Istri-istri mereka memasak menggunakan insting (tidak pakai takaran), sehingga tidak semua orang mudah untuk diajarkan, hanya yang bertalian saudara yang mampu mentransfer ilmu-ilmu kulinernya. Pernah suatu ketika dicoba melatih orang-orang yang tidak ada hubungan saudara, hanya berlangsung dua minggu karyawan tersebut tidak bisa mengikuti standar rasa yang konsisten dan akhirnya diganti.

Rencana pengembangan perusahaan ke depan antara lain dengan memperbanyak restoran dan memperluas bidang budidaya udang. Sudah kurang lebih 2 tahun ini Mang Engking melakukan riset budidaya udang paname (udang laut). Untuk memperlebar usahanya di luar Yogyakarta, Mang Engking lebih memilih berpartner. Ada hal yang unik, yaitu sebelum Mang Engking membuka cabang barunya, syarat yang utama adalah mendidik petani lokal di sekitar lokasi calon cabang tersebut, hingga mereka mampu memproduksi sesuai standar udang Restoran Mang Engking. Hal tersebut tidaklah mudah, sebagai contoh sudah satu tahun ini ia akan membuka cabang barunya di Taman Buah Mekar Sari (bekerja sama dengan keluarga Soeharto), namun belum terealisir karena petani lokal di sana belum mampu.

Ada nasehat bagi para wirausahawan pemula, "Yang penting berani mulai, urusan diselesaikan di perjalanan", begitu kata Mang Ade di akhir percakapan kami

Venny Sutedja : "Pakailah Hati"

Venny Sutedja adalah seorang entrepreneur yang telah berpengalaman dalam bisnis kuliner dan pendidikan. Latar belakang pendidikan beliau adalah Arsitektur UK Petra dan Manajemen di IPPN Jakarta. Pernah bekerja sebagai professional di Bank Panin, PT. Intikom Berlian Mustika (Jakarta), Martina Berto (Jakarta), Manager dari Marketing Division serta Project Manager Food & Beverage Maspion Surabaya.

Pengalaman entrepreneurship Venny Sutedja sudah cukup banyak. Diantaranya pernah terjun di bisnis restoran "Noodle Garden" di food court Studio PTC Surabaya. Sampai saat ini masih mengelola "Marina Food Stall" di Ciputra Waterpark. Beliau kini juga fokus di pusat pendidikan bahasa "Sentra" di wilayah Citra Raya Surabaya.

Pada hari Jumat, tanggal 16 Mei 2008, beliau bersedia melakukan sharing dalam sesi mentoring dengan peserta training entrepreneurship Ciputra Foundation-Jawa Pos. Dalam awal sesi, beliau melontarkan pertanyaan : "Mengapa kita perlu bekerja?". Beliau memberikan alasannya : Penghasilan, Relasi, Aktualisasi Diri dan Enjoy (menikmati pekerjaan tersebut). Untuk menjadi entrepreneur akan lebih mudah jika memiliki pengalaman, namun bagaimana jika tidak ? Belajarlah dari orang-orang yang telah sukses. Bisa dari membaca buku (profil sukses), relasi dan ‘Tolah Toleh' (observasi). Observasi usaha-usaha baru, analisa mengapa bisnis tersebut bisa sukses. Mall adalah tempat yang baik untuk observasi.

Menurut Ibu Venny, Entrepreneurship memiliki unsur resiko. Untuk meminimalisasi resiko, anda perlu mengestimasi waktu dan modal yang anda punya untuk di-investasikan dalam bisnis. Apabila telah melebihi estimasi yang ditentukan, maka anda perlu mempertimbangkan keputusan untuk cut-loss. Bilapun kerugian terjadi, seorang entrepreneur harus siap mental.

Dalam menentukan bidang usaha ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, antara lain :

· Kemampuan : apakah anda memiliki kemampuan produksi, menjual dan mengelola bidang bisnis tersebut. Bila tidak ada kemampuan, anda bisa join dengan rekan atau membeli franchise.

· Sesuatu yang disukai. Maka anda akan menjalankannya dengan senang hati. Dengan demikian, customer yang melihat anda pun akan lebih tertarik pada usaha anda. Benefit lain, bila dikerjakan dengan senang hati, produk anda cenderung akan lebih baik.

· Sesuatu yang sudah sering dilakukan. Tentu akan lebih familiar dengan hal tersebut.

· Sesuatu yang telah dicita-citakan sejak kecil. Bila cita-cita tersebut sesuai dengan jalur pendidikan anda, maka kesuksesan akan lebih mudah diraih.

· Lakukan market survey. Observasi bisnis-bisnis dan peluang usaha yang sedang atau akan berkembang.

· Perhatikan stakeholder. Misalnya : lingkungan (supplier, SDM); keluarga (untuk backup anda).

· Modal.

Pesiapan dalam memulai usaha :

· Lokasi, lokasi & lokasi. Pilihlah lokasi yang paling strategis dan pastikan design tempat dipersiapkan dengan baik.

· Time Schedule. Dihitung mundur dari tanggal launching ke belakang. Siapkan SDM anda agar siap bekerja pada waktu yang tepat.

· Buatlah SOP dan libatkan orang lain. Tidak mungkin mengerjakan segala sesuatunya seorang diri.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan :

· Persiapkan apa yang akan dikerjakan setiap harinya.

· Menjaga kualitas produk.

· Positive thinking. Buatlah target yang positif setiap hari.

· Tetap Halal. Jujur dalam berbisnis.

Venny Sutedja juga memberikan tips membuat bisnis yang dapat dikembangkan, kuncinya adalah membuat usaha yang inline (satu jalur). Produknya saling melengkapi, misalnya yang tadinya berjualan mie, maka kemudian bisa memproduksi mie. Bila menjual Teh, kemudian dapat menambahkan pearl kedalamnya. Atau dapat juga terjun ke bisnis dimana waktunya dapat dibagi untuk bisnis lainnya. Ibu Venny mencontohkan bisnis pusat bahasa "Sentra" yang tidak ramai ketika masa libur. Sebaliknya bisnis Food Stall di Waterpark lebih ramai saat hari libur sekolah. Maka dengan demikian beliau dapat membagi waktu dalam pengelolaan bisnis-bisnisnya.

Bidang Pendidikan

Ada 2 jenis bisnis pendidikan, formal dan non formal. Formal misalnya SD, SMP, SMA dan seterusnya. Sedangkan yang informal dalam bentuk kursus. Misalnya kursus ketrampilan, bahasa dan ilmu-ilmu lain.

Bisnis di bidang ini akan sangat berhubungan dengan manusia dan kebanyakan adalah anak-anak. Ibu Venny menyebutnya sebagai manusia kecil dengan kemampuan absorb yang besar. Apa yang diajarkan pada anak-anak akan berpengaruh hingga mereka dewasa.

Ada kalanya banyak masalah-masalah timbul baik dari anak itu sendiri, keluarganya dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses belajar anak di suatu kursus / lembaga pendidikan. Sebagai pengelola, masalah-masalah ini jangan dibiarkan saja. Tips dari Venny Sutedja, pakailah hati. Butuh kesabaran dan pendekatan personal untuk mengatasi masalah-masalah murid.

Di Sentra, lembaga pendidikan bahasa yang dikelola Venny Sutedja, suasana belajar dibuat menjadi fun. Misalnya dengan membuat game sederhana diawal dan diakhir sesi. Tujuan dari game ini adalah membuat anak didik terlibat dan berbicara.

Marketing sebaiknya melihat target pasar tertentu. Pada kasus Sentra, target yang dituju adalah pasar di Surabaya Barat. Karena itu kampanye promosi dilakukan lebih spesifik di daerah Citra Raya, Pakuwon dan Graha Famili.

Dari sisi keuangan, problem yang sering timbul pada lembaga pendidikan adalah keterlambatan pembayaran iuran kursus. Untuk menyiasati masalah ini, Ibu Venny menerapkan term pembayaran tiap tiga bulan.

Kehadiran owner juga berperan besar. Motivasi karyawan akan lebih besar ketika owner ikut turun tangan. Konsumen pun juga akan lebih percaya dengan bisnis anda karena mereka melihat sendiri keseriusan anda dalam mengelolanya.

Hobi dan Reputasi

Kesuksesan Venny Sutedja mengelola "Sentra" berakar dari minat beliau pada dunia pendidikan. Sejak kecil beliau sudah hobi mengajar anak-anak kecil disekitar rumahnya. Artinya passion juga berperan besar dalam berwirausaha. Reputasi beliau dalam mengajar di sekolah minggu juga menambah kepercayaan konsumen untuk mendidik anak mereka di lembaga pendidikan "Sentra".


Tidak ada komentar:

Posting Komentar